MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASY (bph)
DISUSUN OLEH : ASTRIEN MELINDA- ILMU KEPERAWATAN STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Benign Prostatic Hypertrophy (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat, meliputi antara lain: jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.
Trans Urethral Resection of the Prostat (TUR-P) adalah pengangkatan jaringan prostat obstruksi dari lobus medial sekitar uretra dengan menggunakan sistoskopi/resektoskop yang dimasukkan melalui uretra. Indikasi TUR-P ialah gejala-gejala sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TUR-P jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremi TUR-P, atau retensi oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd (50-90 % ) atau impotensi (4-40%) .
Sindroma TUR-P ditandai dengan klien mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan dapat terjadi bradikardi. Jika tidak segera diatasi, klien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam koma dan meninggal.
Setelah TUR-P, dipasang kateter ( no 24 Fr ) foley tiga saluran yang dilengkapi balon 30 ml. Setelah balon kateter dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Boleh dibuat traksi pada kateter foley untuk meningkatkan tekanan pada daerah operasi sehingga dapat mengendalikan perdarahan. Fungsi kateter yang lain adalah untuk irigasi. Dengan irigasi yang konstan dapat membebaskan kandung kemih dari bekuan darah yang dapat menyumbat aliran urine. Irigasi kandung kemih dihentikan setelah 2 jam bila tidak keluar lagi bekuan darah dari kandung kemih. Kateter biasanya diangkat 3-5 hari setelah operasi.
Penyulit yang terjadi pada TUR-P dibagi menjadi beberapa tahap, sebagai berikut: 1 ) selama operasi: perdarahan, sindroma TURP, dan perforasi; 2 ) pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik, retensio urine, inkontinensia urine; 3) Pasca bedah lanjut : inkontinensia , disfungsi ereksi , ejakulasi retrograd, striktur uretra, stenosa leher buli-buli, osteitis pubis, prostat kambuh.
2.2 Anatomi fisiologi
Buli-buli
Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas tiga lapis otot destrusor yang saling beranyaman. Disebelah dalam adalah otot sirkuler, ditengah merupakan otot longitudinal, dan paling luar merupakan otot sirkuler. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.
Secara anatomi bentuk buli-buli terdiri atas tiga permukaan, yaitu: permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritonium, dua permukaan inferior lateral, dan permukaan posterior. Pemukaan superior adalah merupakan lobus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak –anak menurut formula Koff adalah :
Kapasitas buli-buli = {umur (tahun ) + 2 } x 30 ml
Pada saat kosong buli-buli terletak dibelakang simpisis pubis dan pada saat penuh berada diatas simpisis sehingga dapat dipalpasi dan di perkusi.
Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pad syaraf aferen dan menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S 2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot destruso, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian seseorang. Panjang uretra dewasa 23-25 cm.
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh spingter uretra eksternal.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
Kelenjar prostat
Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskular. Kelenjar ini mulai tumbuh pada kehamilan umur 12 minggu karena pengaruh dari horman androgen yang berasal dari testis janin. Prostat merupakan derivat dari jaringan embrional sinus urogenital. Kelenjar prostat bentuknya seperti konnus terbalik yang terjepit ( kemiri ).
Letak kelenjar prostat disebelah inferior buli-bulu, didepan rektum dan membungkus uretra posterior. Ukuran rata-rata prostat pada pria dewasa 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.
Pada tahun 1972 Mc. NEAL, mengemukakan konsep tantang zona anatomi dari prostat. Menurut Mc. NEAL, komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak/membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang terkecil merupakan 95 % dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain (5%) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi ini. Sebagian besar proses keganasan (60-70 % ) bermula di zona perifer, sebagian lagi dapat tumbuh di zona transisi dan zona sentral.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
2.3 Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesa menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut.
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
d. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.
2.4 Patofisiologi
Menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan baru kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium. dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekro urin dan beban solute lainnya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balik yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah :
- Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
- Hesistancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
- Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sanpai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli.
- Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
- Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus spingter dan uretra berkurang selama tidur.
- Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
- Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit, urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
DISUSUN OLEH : ASTRIEN MELINDA- ILMU KEPERAWATAN STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
2.6 Manifestasi Klinis
Biasanya gejala-gejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptom ( LUTS ), dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi ( frekuensi ), terbangun untuk miksi pada malam hari ( nokturia ), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi ( disuria ). Sedangkan gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak lampias atau puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama ( hesitancy ), harus mengedan ( training ), kencing terputus-putus ( intermittency ), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urine dan inkontinen karena overflow.
Gejala lain diluar saluran kemih, yaitu tidak jarang klien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan dari tekanan intraobdominal.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli/orgnisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh klien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO adalah skor Internasional gejala prostat atau Internaional Prostatic Symptom Score ( I-PSS ).
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:
- Ringan : skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi 4 gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urine , seperti bagan dibawah :
Derajat Colok dubur Sisa vol. Urine
I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50-100 ml
III Batas atas prostat tidak bisa diraba > 100 ml
IV Retensi urine total
Gejala dan tanda pada klien yang lebih lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal, dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi, foetor uremik, peri karditis, ujung kaki yang pucat, tanda-tanda penurunan mental serta neuropati perifer. Bila sudah terjadi hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba dan ada nyeri di CVA ( Costa Vertebrae Angularis ).
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. a. Inspeksi buli-buli: ada/ tidaknya penonjolan perut di daerah supra pubik ( buli-buli penuh / kosong )
b. Palpasi buli-buli: Tekanan didaerah supra pubik menimbulkan rangsangan ingin kencing bila buli-buli berisi atau penuh.Terasa massa yang kontraktil dan “Ballottement”.
c. Perkusi: Buli-buli yang penuh berisi urin memberi suara redup.
2 . Colok dubur.
Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur harus di perhatikan konsistensi prostat (pada pembesaran prostat jinak konsistensinya kenyal), adakah asimetris adakah nodul pada prostat , apa batas atas dapat diraba .
Dengan colok dubur besarnya prostat dibedakan :
- Grade 1 : Perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
- Grade 2 : Perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
- Grade 3 : Perkiraan beratnya lebih dari 40 gram.
3. Laboratorium.
- Darah lengkap sebagai data dasar keadaan umum penderita .
- Gula darah dimak sudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetus militus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
- Faal ginjal (BUN, kreatinin serum) diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas .
- Analisis urine diperiksa untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi atau inflamasi pada saluran kemih .
- Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebadkan infeksi dan sekligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
4. Flowmetri :
Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik. Penderita dengan sindroma protalisme perlu di periksa dengan flowmetri sebelum dan sesudah terapi.
Penilaian :
Fmak <10ml/detik --------obstruktif
Fmak 10-15 ml/detik-----borderline
Fmak >15 ml/detik-------nonobstruktif
5. Radiologi.
- Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine.
- Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berkelok kelok di vesikula ) inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.
- Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal (trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat < pemeriksaan USG dapatpula menentukan volume buli-buli, meng ukur sisa urine dan keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu .Dengan TRUS dapat diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula dilakukan dengan USG suprapubik.
- Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop. Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besarprostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat kedalam uretra.
6. Kateterisasi: Mengukur “rest urine “ Yaitu mengukur jumlah sisa urine setelah miksi sepontan dengan cara kateterisasi . Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hiper tropi prostat .
2. 8 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Inkotinensia
c. Batu kandung kemih
d. Retensi urine
e. Impotensi
f. Epididimitis
g. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan
h. Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi
i. Hydronefrosis
j. Hydroureter
k. Gagal ginjal
l. Sistitis dan prenofritis
2.9 Dampak Masalah
Pada klien BPH dengan TUR-P akan timbul beberapa masalah, dengan gejala yang telah diuraikan pada sub bab patofisiologi . Masalah ini dapat berdam pak pada pola pola fungsi kesehatan klien.Dimana klien sebagai mahluk bio, psiko, sosial, spiritual. Dampak masalah yang muncul dapat di bagi menjadi 2 yaitu dampak masalah pre operasi dan post operasi TUR-P.
Dampak masalah pre oprasi TUR-P adalah :
1. Pola eleminasi .
Tanda tanda dan gejala yang berhubungan dengan BPH akibat pembesaran prostat yang berdampak pada penyumbatan parsial atau sepenuhnya pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan klien antaralain adalah nokturia, frekuensi, hesistency, disuria, inkontinensia dan rasa tidak lampias sehabis miksi . Dapat pula muncul hernia inguinalis dan hemoroid .
2. Pola persepsi dan konsepsi diri.
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Ketidak pastian tentang prosedur pembedahan, nyeri setelah operasi, insisi dan immobilisasi dapat menimbulkan rasa cemas. Klien juga cemas akan ada perubahan pada dirinya setelah operasi.
3. Pola tidur dan istirahat.
Tanda dan gejala BPH antaralain nokturi dan frekuensi . Bila keluhan ini muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga interfal antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada malam hari untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.
Dampak masalah post operasi TUR-P adalah:
1. Pola eliminasi
Klien post operasi TUR-P dapat mengalami perubahan eliminasi. Hal ini terjadi bila terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter, edema dan prosedur pembedahan . Perdarahan dapat terjadi pada klien post operasi TUR-P karena fiksasi dari traksi yang kurang tepat. Infeksi karena pemasangan kateter yang kurang tepat atauperawatan kateter kurangatau tidak aseptik dapat juga terjadi.
2. Pola tidur dan istirahat
Pada klien post TUR-P dapat mengalami gangguan tidur karena klien merasakan nyeri pada lika operasi atau spasme dari kandung kemih. Karena gangguan ini maka lama/ waktu tidur klien berkurang.
3 . Pola aktifitas.
Klien post TUR-P aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa. Klien cenderung mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan akibat dari TUR-P nya. Klien akan banyak memilih di tempat tidur dari pada beraktifitas pada hari pertama dan hari yang kedua post TUR-P Sedangkan kebutuhan klien dibantu.
4 Pola reproduksi dan seksual.
Klien post TUR-P dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi krisis ( inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter ). Dengan terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena perubahan status kesehatan.
5. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.
Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat menimbulkan masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu informasi tentang perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak terjadi perdarahan atau tanda tanda infeksi.
2.10 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan. Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang, pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji ststus kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan.
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas dapat dirumuskan suatu diagnosis keperawatan yang dibagi menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.
1. Diagnosa sebelum operasi
a. Perubahan eliminasi urine: frekuensi, urgensi, hesistancy, inkontinensi, retensi, nokturia atau perasaan tidak puas setelah miksi berhubungan dengan obstruksi mekanik : pembesaran prostat.
b. Nyeri berhubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap pelebaran prostat.
c. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi, prosedur pembedahan, kurang pengetahuan tantang aktifitas rutin dan aktifitas post operasi.
d. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan sering terbangun sekunder terhadap kerusakan eliminasi: retensi disuria, frekuensi, nokturia.
2. Diagnosa setelah operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari TUR-P: bekuan darah odema
c. Potensial infeksi berhubungan dengan prosedur invasif : alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
d. Potensial untuk menderita cedera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
e. Potensial disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P
f. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi.
g. Gangguan tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri.
terima kasih banyak!
Mas sumber yg dampak psikologinya itu sumbernya drmana? Mohon bantuanya ya terimakasih,mohon dijawab yaa.
Mba,mau tanya,itu dibagian dampak masalah sumbernya apa ya mba?tlong dijawab ya mba,mohon bantuanya.