Makalah Asuhan Keperawatan ASMA BRONKIAL
19.21
astrien melinda
,
54 Comments
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Bronkiektasis merupakan dilatasi kronik bronkus dan bronkiolus permanen. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal,muncul karena berbagai penyebab dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai diding bronkial, baik secara langsung maupun tidak yang dapat mengganggu sistem pertahanan.
Oleh karena itulah, kami akan membahas masalah mengenai asma bronkhiale dan menjelaskan konsep teori serta asuhan keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami kemukakan adalah :
1. Konsep teori Asma bronkhiale
2. Asuhan keperawatan Asma brinkhiale
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan menambah pengetahuan tentang asma bronkhiale. Disini diharapkan agar mahasiswa/mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan Asma bronkhiale. Di samping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah sistem imun.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan metode penulisan yang berdasarkan literatur atau metode pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
( disusun oleh :
DERI SAPUTRa, MEYNI YASTATI ,NYAYU RATIH ,WINDA APRIANI ,MENGKI KRISTIAWAN )
A. Definisi
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
B. Etiologi
Belum diketahui. Faktor pencetus adalah alergen, infeksi ( terutama saluran napas bagian atas ), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks, gastroesofagus, dan psikis.
1. Alergen
Yaitu protein, serbuk sari, spora jamur, bulu halus, bulu binatang, makanan, debu, dll.
2. Infeksi saluran nafas
Berupa virus respiratori synchitial virus (RSV) dan virus influenza.
3. Iritasi
Bisa didapatkan dari hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
4. Perubahan cuaca yang ekstrim
5. Refleks gastroesopagus
Yaitu iritas trakeobrinkhiale oleh isi lambung.
6. Aktifitas yang berlebihan
7. Psikologis/emosional
8. Obat-obatan
9. Linkungan kerja
10. Polusi udara
11. Pengawet makanan.
C. Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan menobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi ini timbulah saccular bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan berkumpul dan akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah insufiensi pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll dapat menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan permeabilitas kapiler (adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.
D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2. Wheezing
3. Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6. Hiperkapnia
7. Anoreaksia
8. Diaporesis
Karakteristik gejala dari bronkiektasi antara lain sebagai berikut.
1. Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman
2. Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis ( 50-70% kasus dan dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh atau adanya inflamasi ).
3. Pneumonia berat
4. Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernapasan.
5. Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkietaksis tidak dapat secara cepat di diagnosis, karena gejala-gejalanya mukin akan menyerupai brongkitis kronis. Tanda yang definitif dari bronkiektasis adalah riwayat batuk produktif dalam waktu jangka lama, dengan sputum yang secara tetap negatif terhadap basil turberkel. Diagnosis ditegakkan berasalkan hasil bronkografi, brokoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada tidaknya dilantasi bronkeal.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran nafas ini dapat menyebabbkan timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan,dan batuk. Khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas s dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sekutum dapat di temukan kristal carcot-leyden dan spiral Curshman. Uji tiberkulin penting bukansaja karana di indonesia mqasih banyak tuberkulosis,tetapi jika ada tuberkulosis dan tidak di obti,asamanya mungkin akan sukr di kontrol.
Penatalaksanaan
Hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas elrgi udara dingin, dan factor pesikis gunakan obat local seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan. Obat anti asma modern umumnya tidak berpengaruh negative terhadap janin selama di gunakan sesuai dengan anjuran dokter, kecuali adrenalin. Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada janin tersebut. Namun, harus diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
Pada serangan asma akut, penangan sama dengan wanita hamil, yaitu berikan cairan intravena, encerkan cairan sekresi di paru, berikan O2 (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2>60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal, cek bayi, dan berikan obat kortikosteroid.
Pada status asmatikus dengan dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan intensif selama 30-60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya lakukan intubasi. Berikan antibiotik bila terdapat dugaan terjadi infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan. Namun, bila pada pasien berada dalam serangan, lakukan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesarea atas indikasi asma jarang au tak pernah dilakukan. Teruskan pengobatan regular asma selama proses kelahiran. Jangan diberikan analgesic yang mengandung histamine, tapi pilihlah morfin atau analgesic epidural. Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostaglandin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu. Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan gangguan tidur. Namun, obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.
Ada 4 tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada klien bronkiektasi yaitu sebagai berikut:
a. Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasari
b. Memperbaiki kebersihan secret trakeobronkial
c. Engendalikan infeksi, khususnya pada masa eksaserbasi akut
d. Memulihkan obstruksi aliran udara pernapasan.
Pengontrolan infeksi dilakukan dengan pemberian obat anti microbial, berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur organisme dari sputum. Klien mungkin akan diberikan obat antibiotic sel ama bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval.
Postural drainase merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan, dikarenakan drainase pada area bronkiektasis dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Bronkodilator dapat diberikan kepada orang yang juga mengalami penyakit jalan nafas obstruktif.
Intervensi bedah meskipun sering dilakukan tetapi tindakan ini hanya di indikasikan untuk klien yang mengalami ekspektorasi sputum yang berlanjut dalam jumlah besar dan mengalami peneomonia serta hemobtisis berulang pada klien yang tidak berobat secara teratur.
F. Pemeriksaan penunjang
1 Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2 Sputum : eosinofil meningkat
3 Eosinofil darah meningkat
4 Uji kulit
5 RO dada
Yaitu patologis paru/komplikasi asma
6 AGD
Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan yang lalu:
• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
• Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3. Aktivitas sehari-hari.
• Tidur dalam posisi duduk tinggi.
4. Pernapasan
• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.
5. Sirkulasi
• Adanya peningkatan tekanan darah.
• Adanya peningkatan frekuensi jantung.
• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
• Kemerahan atau berkeringat.
6. Integritas ego
• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah
7. Asupan nutrisi
• Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
• Penurunan berat badan karena anoreksia.
8. Hubungan sosial
• Keterbatasan mobilitas fisik.
• Susah bicara atau bicara terbata-bata.
• Adanya ketergantungan pada orang lain.
B. Diagnosa yang Mungkin Muncul (Nanda, 2005-2006)
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
Diagnosa 2 : perubahan nutrisi b/d Ketidak mampuan asupan makan.
Diagnosa 3: Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunita.( pertahanan)
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
C. Intervensi keperawatan
Dx 1. Bersihkan jalan napas tidak efektif
Mandiri
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi.
• Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
• Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
• Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
• Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
• Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan 2-4/menit
• Berikan obat sesuai indikasi ; Bronkodilator,kortikosteroid, mukolitik
Dx 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
• Sesak berkurang atau hilang
• RR 18-24x/menit
• Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
• Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
• Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
• Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
• Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
Dx 3. Kerusakan pertukaran gas
Mandiri
• Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital dan irama jantung
Dx. Kep3: Malnutrisi b/d anoreksia
Intervensi :
• Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
• Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
• Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Dx. Kep 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Intervensi:
• Awasi suhu.
• Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
• Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram, kultur/sensitifitas (kolaborasi).
Dx. Kep 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ; salah mengerti.
Intervensi:
• Jelaskan tentang penyakit individu.
• Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
• Tunjukkan teknik penggunaan inhaler.
B. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
1 Data Subjektif :
- Klien mengatakan batuk ketika berpaparan dengan debu.
-klien mengatakan sesak napas.
Data Objektif :
- Klien tanpak berkeringat dan susah bernafas.
TTV :
- N : 80 x /i
- T : 37oC
- RR : 28 x / i
- TD : 100 / 60 mmHg
Bronkos pasme
Bersihan jalan napas tidak efektif
2 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan anaknya mengalami batuk produktif dan susah bernafas.
- Ibu mengatakan anaknya tanpak pucat,lemah saat batuk.
Data Objektif :
- Anak tampak lemah dan gelisah
- Tapak pucat
- Batuk produktif, kental dan sulit keluar.
- TTV
N : 80 x / i
T : 37oC
RR : 28 x /I
TD : 100/60 mmHg
Imunitas
Resiko tinggi terhadap infeksi
3 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan nafsu makan menurun sejak sakit
- Ibu mengatakan anak mengalami mual dan muntah
Data Objektif :
- Nafsu makan menurun
- Anak tidak bisa menghabiskan porsi makan
Perubahan nutrisi
Kurangnya asupan makanan &
Ketidak mampuan asupan makanan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi
Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai os batuk dan dahak sulit keluar, sputum warna putih kental,os gelisah Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x 24 jam jalan nafas pasien efektif ,dengan KE:
-Bunyi jalan nafas bersih/jelas
-Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret - Auskultasi bunyi nafas ,catat adanya bunyi mengi, ronkhi
-Pantau frekuensi pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi
-Beri posisi nyaman, misal:peninggian kepala tempat tidur,duduk pada sandaran tempat tidur
-Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain
-Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan diafragma dan batuk
-Lakukan drainage postural dengan perkusi dan fibrasi pada pagi dan malam sesuai yang diharuskan
-Instruksikan pasien menghindari iritan seperti asap , asap rokok, aerosol, cuaca dingin
-Beri bronkodilator sesuai therapi -Mengetahui luasnya obstruksi oleh mukus
-Mengetahui tanda stress pernafasan
-Sekresi bergerak sesuaigayagravitasi akibat perubahan posisi dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan diafragma untuk berkontraksi
-Mengencerkan sekret.
-Mengeluarkan sekret dan meningkatkan patensi jalan nafas
-Merontokkan sekret agar mudah dikeluarkan
- Tidak merangsang pembentukan mukus lagi
-Memfasilitasi pergerakan sekret.
Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam terjadi perbaikan dalam pertukaran gas dengan KE:
-GDA dalam rentang normal
-Gejala disstres pernafasan tidak ada
-Tanda –tanda vital dalam batas normal
-Gelisah tidak ada -Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot bantu nafas,nafas bibir,ketidakmampuan bicara/ berbincang
-Observasi tingkat kesadaran
-Monitor AGD
-Atur pemberian oksigen
-Beri posisi duduk(fowler)
-Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kemampuan
-Beri bronkodilator sesuai therapy
-Observasi tanda vital, dan warna membrane mukosa kulit
-Kolaboratif tindakan intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu -Mengetahui adekuatnya jalan nafas dan meningkatnya kerja pernafasan
-Mengetahui indikasi hipoksia
-Menentukan keseimbangan asam basa ,dan kebutuhan oksigen
-Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas
-Mengoptimalkan kontraksi diafragma
-Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak
-Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan
-Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan
-Mempertahankan suplai O2 saat terjadi gagal nafas
.Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dengan KE:
-Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
-Tanda tanda vital dalam batas normal
telah diberi tindakan perawatan 2x 30 menit rasa cemas pasien berkurang dengan,
-Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
-Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
-Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya
-Pertahankan obyek yang digunakan pasien agar mudah terjangkau
-Bantu pasien melakukan aktivitas dengan melibatkan keluarga
-Observasi vital sign
-Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang, berat,panik)
-Bantu pasien menggunakan koping yang efektif
-Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
-Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang menimbulkan kelelahan pasien.
-Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menimbulkan kelelahan
-Memudahkan pasien dalam penggunaan sehingga mengurangi penggunaan O2
-Semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi
-Tanda vital yang normal mendukung pasien untuk beraktivitas
-Petunjuk intervensi yang terapeutik
-Bisa menghilangkan cemas ,membantu pasien menggunakan pikiran yang sehat kedepan.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan Setelah diberikan tindakan perawatan 1x 24 jam pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan KE:
-Pasien mau makan
-Sesak nafas dan batuk berkurang
-Pasien tahu pentingnya nutrisi untuk pemulihan -Lakukan prosedur terapi sesuai advis
-Beri informasi tentang pentingnya nutrisi untuk pemulihan
-Anjurkan keluarga untuk membantu pasien makan
-Beri diet lunak TKTP -Sesak dan produksi mukus berkurang
-Pasien termotivasi untuk mau makan
-Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi
-Makanan mudah dicerna dan kebutuhan kalori terpenuhi
Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
Setelah diberikan tindakan perawatan 2 x 30 menit pengetahuan pasien bertambah dengan KE :
-Os tahu tentang penyakitnya
-Os tahu penyebab/ pencetus penyakit
-Os tahu cara menghindari kekambuhan -Beri KIE tentang pengertian dan penyebab / pencetus dari penyakit
-Beri KIE cara menghindari kekambuhan seperti:
menghindari cuaca dingin dan debu, memakai baju penghangat dan masker hidung, mengurangi aktivitas / latihan berlebih.
-Beri KIE untuk kontrol ulang penyakitnya
-Os tahu tentang sakitnya dan tahu faktor penyebab / pencetus penyakit
- Os tahu dan bisa menghindari faktor pencetus kambuh
-Os tahu perkembangan penyakit sehingga resiko kambuh berkurang
D. Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan yaitu:
1 Bersihan jalan nafas pasien efektif
2 Pasien mengalami perbaikan dalam pertukaran gas
3 Pola nafas pasien efektif
4 Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas
5 Rasa cemas pasien berkurang.
6 Pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
7 Kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi
8 Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah
9 Pasien tidak mengalami infeksi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
Biasanya pada asma diagnosa yang pertama kali muncul adalah klien merasakan sesak nafas yang berhubungan dengan proses penyakit. Sebab pada saat pengkajian pada pasien asma ditemukan bahwa pasien merasa susah dalam bernafas, berkeringat, anoreksia dan sulit dikeluarkan.
Adapun tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dengan memberikan kompres hangat, karena bila menggunakan kompres dingin dapat mempercepat panas tubuh. Sementara, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang volume cairan dengan memenuhi kebutuhan cairan melalui pemberian infus ringer laktat 5% (RL) atau dekstrosa 5%.
B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan dari ASMA.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Supriyadi Agus_Document/2012
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kesatu. Jakarta. Media Aesculapius.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran.
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Kesatu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Doongoes, E Marilynn.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Read more »»
A. Latar Belakang
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Bronkiektasis merupakan dilatasi kronik bronkus dan bronkiolus permanen. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal,muncul karena berbagai penyebab dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai diding bronkial, baik secara langsung maupun tidak yang dapat mengganggu sistem pertahanan.
Oleh karena itulah, kami akan membahas masalah mengenai asma bronkhiale dan menjelaskan konsep teori serta asuhan keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami kemukakan adalah :
1. Konsep teori Asma bronkhiale
2. Asuhan keperawatan Asma brinkhiale
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan menambah pengetahuan tentang asma bronkhiale. Disini diharapkan agar mahasiswa/mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan Asma bronkhiale. Di samping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah sistem imun.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan metode penulisan yang berdasarkan literatur atau metode pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
( disusun oleh :
DERI SAPUTRa, MEYNI YASTATI ,NYAYU RATIH ,WINDA APRIANI ,MENGKI KRISTIAWAN )
A. Definisi
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
B. Etiologi
Belum diketahui. Faktor pencetus adalah alergen, infeksi ( terutama saluran napas bagian atas ), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks, gastroesofagus, dan psikis.
1. Alergen
Yaitu protein, serbuk sari, spora jamur, bulu halus, bulu binatang, makanan, debu, dll.
2. Infeksi saluran nafas
Berupa virus respiratori synchitial virus (RSV) dan virus influenza.
3. Iritasi
Bisa didapatkan dari hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
4. Perubahan cuaca yang ekstrim
5. Refleks gastroesopagus
Yaitu iritas trakeobrinkhiale oleh isi lambung.
6. Aktifitas yang berlebihan
7. Psikologis/emosional
8. Obat-obatan
9. Linkungan kerja
10. Polusi udara
11. Pengawet makanan.
C. Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan menobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi ini timbulah saccular bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan berkumpul dan akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah insufiensi pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll dapat menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan permeabilitas kapiler (adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.
D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2. Wheezing
3. Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6. Hiperkapnia
7. Anoreaksia
8. Diaporesis
Karakteristik gejala dari bronkiektasi antara lain sebagai berikut.
1. Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman
2. Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis ( 50-70% kasus dan dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh atau adanya inflamasi ).
3. Pneumonia berat
4. Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernapasan.
5. Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkietaksis tidak dapat secara cepat di diagnosis, karena gejala-gejalanya mukin akan menyerupai brongkitis kronis. Tanda yang definitif dari bronkiektasis adalah riwayat batuk produktif dalam waktu jangka lama, dengan sputum yang secara tetap negatif terhadap basil turberkel. Diagnosis ditegakkan berasalkan hasil bronkografi, brokoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada tidaknya dilantasi bronkeal.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran nafas ini dapat menyebabbkan timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan,dan batuk. Khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas s dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sekutum dapat di temukan kristal carcot-leyden dan spiral Curshman. Uji tiberkulin penting bukansaja karana di indonesia mqasih banyak tuberkulosis,tetapi jika ada tuberkulosis dan tidak di obti,asamanya mungkin akan sukr di kontrol.
Penatalaksanaan
Hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas elrgi udara dingin, dan factor pesikis gunakan obat local seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan. Obat anti asma modern umumnya tidak berpengaruh negative terhadap janin selama di gunakan sesuai dengan anjuran dokter, kecuali adrenalin. Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada janin tersebut. Namun, harus diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
Pada serangan asma akut, penangan sama dengan wanita hamil, yaitu berikan cairan intravena, encerkan cairan sekresi di paru, berikan O2 (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2>60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal, cek bayi, dan berikan obat kortikosteroid.
Pada status asmatikus dengan dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan intensif selama 30-60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya lakukan intubasi. Berikan antibiotik bila terdapat dugaan terjadi infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan. Namun, bila pada pasien berada dalam serangan, lakukan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesarea atas indikasi asma jarang au tak pernah dilakukan. Teruskan pengobatan regular asma selama proses kelahiran. Jangan diberikan analgesic yang mengandung histamine, tapi pilihlah morfin atau analgesic epidural. Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostaglandin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu. Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan gangguan tidur. Namun, obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.
Ada 4 tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada klien bronkiektasi yaitu sebagai berikut:
a. Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasari
b. Memperbaiki kebersihan secret trakeobronkial
c. Engendalikan infeksi, khususnya pada masa eksaserbasi akut
d. Memulihkan obstruksi aliran udara pernapasan.
Pengontrolan infeksi dilakukan dengan pemberian obat anti microbial, berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur organisme dari sputum. Klien mungkin akan diberikan obat antibiotic sel ama bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval.
Postural drainase merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan, dikarenakan drainase pada area bronkiektasis dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Bronkodilator dapat diberikan kepada orang yang juga mengalami penyakit jalan nafas obstruktif.
Intervensi bedah meskipun sering dilakukan tetapi tindakan ini hanya di indikasikan untuk klien yang mengalami ekspektorasi sputum yang berlanjut dalam jumlah besar dan mengalami peneomonia serta hemobtisis berulang pada klien yang tidak berobat secara teratur.
F. Pemeriksaan penunjang
1 Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2 Sputum : eosinofil meningkat
3 Eosinofil darah meningkat
4 Uji kulit
5 RO dada
Yaitu patologis paru/komplikasi asma
6 AGD
Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan yang lalu:
• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
• Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3. Aktivitas sehari-hari.
• Tidur dalam posisi duduk tinggi.
4. Pernapasan
• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.
5. Sirkulasi
• Adanya peningkatan tekanan darah.
• Adanya peningkatan frekuensi jantung.
• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
• Kemerahan atau berkeringat.
6. Integritas ego
• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah
7. Asupan nutrisi
• Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
• Penurunan berat badan karena anoreksia.
8. Hubungan sosial
• Keterbatasan mobilitas fisik.
• Susah bicara atau bicara terbata-bata.
• Adanya ketergantungan pada orang lain.
B. Diagnosa yang Mungkin Muncul (Nanda, 2005-2006)
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
Diagnosa 2 : perubahan nutrisi b/d Ketidak mampuan asupan makan.
Diagnosa 3: Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunita.( pertahanan)
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
C. Intervensi keperawatan
Dx 1. Bersihkan jalan napas tidak efektif
Mandiri
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi.
• Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
• Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
• Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
• Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
• Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan 2-4/menit
• Berikan obat sesuai indikasi ; Bronkodilator,kortikosteroid, mukolitik
Dx 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
• Sesak berkurang atau hilang
• RR 18-24x/menit
• Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
• Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
• Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
• Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
• Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
Dx 3. Kerusakan pertukaran gas
Mandiri
• Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital dan irama jantung
Dx. Kep3: Malnutrisi b/d anoreksia
Intervensi :
• Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
• Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
• Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Dx. Kep 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Intervensi:
• Awasi suhu.
• Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
• Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram, kultur/sensitifitas (kolaborasi).
Dx. Kep 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ; salah mengerti.
Intervensi:
• Jelaskan tentang penyakit individu.
• Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
• Tunjukkan teknik penggunaan inhaler.
B. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
1 Data Subjektif :
- Klien mengatakan batuk ketika berpaparan dengan debu.
-klien mengatakan sesak napas.
Data Objektif :
- Klien tanpak berkeringat dan susah bernafas.
TTV :
- N : 80 x /i
- T : 37oC
- RR : 28 x / i
- TD : 100 / 60 mmHg
Bronkos pasme
Bersihan jalan napas tidak efektif
2 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan anaknya mengalami batuk produktif dan susah bernafas.
- Ibu mengatakan anaknya tanpak pucat,lemah saat batuk.
Data Objektif :
- Anak tampak lemah dan gelisah
- Tapak pucat
- Batuk produktif, kental dan sulit keluar.
- TTV
N : 80 x / i
T : 37oC
RR : 28 x /I
TD : 100/60 mmHg
Imunitas
Resiko tinggi terhadap infeksi
3 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan nafsu makan menurun sejak sakit
- Ibu mengatakan anak mengalami mual dan muntah
Data Objektif :
- Nafsu makan menurun
- Anak tidak bisa menghabiskan porsi makan
Perubahan nutrisi
Kurangnya asupan makanan &
Ketidak mampuan asupan makanan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi
Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai os batuk dan dahak sulit keluar, sputum warna putih kental,os gelisah Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x 24 jam jalan nafas pasien efektif ,dengan KE:
-Bunyi jalan nafas bersih/jelas
-Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret - Auskultasi bunyi nafas ,catat adanya bunyi mengi, ronkhi
-Pantau frekuensi pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi
-Beri posisi nyaman, misal:peninggian kepala tempat tidur,duduk pada sandaran tempat tidur
-Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain
-Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan diafragma dan batuk
-Lakukan drainage postural dengan perkusi dan fibrasi pada pagi dan malam sesuai yang diharuskan
-Instruksikan pasien menghindari iritan seperti asap , asap rokok, aerosol, cuaca dingin
-Beri bronkodilator sesuai therapi -Mengetahui luasnya obstruksi oleh mukus
-Mengetahui tanda stress pernafasan
-Sekresi bergerak sesuaigayagravitasi akibat perubahan posisi dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan diafragma untuk berkontraksi
-Mengencerkan sekret.
-Mengeluarkan sekret dan meningkatkan patensi jalan nafas
-Merontokkan sekret agar mudah dikeluarkan
- Tidak merangsang pembentukan mukus lagi
-Memfasilitasi pergerakan sekret.
Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam terjadi perbaikan dalam pertukaran gas dengan KE:
-GDA dalam rentang normal
-Gejala disstres pernafasan tidak ada
-Tanda –tanda vital dalam batas normal
-Gelisah tidak ada -Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot bantu nafas,nafas bibir,ketidakmampuan bicara/ berbincang
-Observasi tingkat kesadaran
-Monitor AGD
-Atur pemberian oksigen
-Beri posisi duduk(fowler)
-Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kemampuan
-Beri bronkodilator sesuai therapy
-Observasi tanda vital, dan warna membrane mukosa kulit
-Kolaboratif tindakan intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu -Mengetahui adekuatnya jalan nafas dan meningkatnya kerja pernafasan
-Mengetahui indikasi hipoksia
-Menentukan keseimbangan asam basa ,dan kebutuhan oksigen
-Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas
-Mengoptimalkan kontraksi diafragma
-Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak
-Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan
-Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan
-Mempertahankan suplai O2 saat terjadi gagal nafas
.Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dengan KE:
-Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
-Tanda tanda vital dalam batas normal
telah diberi tindakan perawatan 2x 30 menit rasa cemas pasien berkurang dengan,
-Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
-Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
-Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya
-Pertahankan obyek yang digunakan pasien agar mudah terjangkau
-Bantu pasien melakukan aktivitas dengan melibatkan keluarga
-Observasi vital sign
-Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang, berat,panik)
-Bantu pasien menggunakan koping yang efektif
-Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
-Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang menimbulkan kelelahan pasien.
-Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menimbulkan kelelahan
-Memudahkan pasien dalam penggunaan sehingga mengurangi penggunaan O2
-Semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi
-Tanda vital yang normal mendukung pasien untuk beraktivitas
-Petunjuk intervensi yang terapeutik
-Bisa menghilangkan cemas ,membantu pasien menggunakan pikiran yang sehat kedepan.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan Setelah diberikan tindakan perawatan 1x 24 jam pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan KE:
-Pasien mau makan
-Sesak nafas dan batuk berkurang
-Pasien tahu pentingnya nutrisi untuk pemulihan -Lakukan prosedur terapi sesuai advis
-Beri informasi tentang pentingnya nutrisi untuk pemulihan
-Anjurkan keluarga untuk membantu pasien makan
-Beri diet lunak TKTP -Sesak dan produksi mukus berkurang
-Pasien termotivasi untuk mau makan
-Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi
-Makanan mudah dicerna dan kebutuhan kalori terpenuhi
Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
Setelah diberikan tindakan perawatan 2 x 30 menit pengetahuan pasien bertambah dengan KE :
-Os tahu tentang penyakitnya
-Os tahu penyebab/ pencetus penyakit
-Os tahu cara menghindari kekambuhan -Beri KIE tentang pengertian dan penyebab / pencetus dari penyakit
-Beri KIE cara menghindari kekambuhan seperti:
menghindari cuaca dingin dan debu, memakai baju penghangat dan masker hidung, mengurangi aktivitas / latihan berlebih.
-Beri KIE untuk kontrol ulang penyakitnya
-Os tahu tentang sakitnya dan tahu faktor penyebab / pencetus penyakit
- Os tahu dan bisa menghindari faktor pencetus kambuh
-Os tahu perkembangan penyakit sehingga resiko kambuh berkurang
D. Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan yaitu:
1 Bersihan jalan nafas pasien efektif
2 Pasien mengalami perbaikan dalam pertukaran gas
3 Pola nafas pasien efektif
4 Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas
5 Rasa cemas pasien berkurang.
6 Pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
7 Kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi
8 Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah
9 Pasien tidak mengalami infeksi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
Biasanya pada asma diagnosa yang pertama kali muncul adalah klien merasakan sesak nafas yang berhubungan dengan proses penyakit. Sebab pada saat pengkajian pada pasien asma ditemukan bahwa pasien merasa susah dalam bernafas, berkeringat, anoreksia dan sulit dikeluarkan.
Adapun tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dengan memberikan kompres hangat, karena bila menggunakan kompres dingin dapat mempercepat panas tubuh. Sementara, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang volume cairan dengan memenuhi kebutuhan cairan melalui pemberian infus ringer laktat 5% (RL) atau dekstrosa 5%.
B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan dari ASMA.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Supriyadi Agus_Document/2012
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kesatu. Jakarta. Media Aesculapius.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran.
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Kesatu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Doongoes, E Marilynn.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta : Buku Kedokteran EGC.