ASUHAN KEPERAWATAN ENDOKRIN HIPERTIROID
21.39
astrien melinda
, Posted in
ASKEP
,
ENDOKRIN
,
HIPERTIROID
,
KEPERAWATAN
,
LENGKAP
,
20 Comments
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2014
KATA
PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.
Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kemudian tidak lupa pula kami
sampaikan Sholawat serta salam kepada Nabi Muhamad SAW.
Kami
menulis makalah ini dalam rangka
memenuhi tugas mata pelajaran Keperawatan anak dan dengan bantuan teman – teman
serta pihak – pihak lain, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kami
menyadari dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, masih banyak mengalami
masalah dan kekeliruan. Oleh karna itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran dari para pembaca makalah ini. Tidak terkecuali dari pihak
mahasiswa/mahasiswi atau pun para dosen sebab itu saya memahami bahwa tidak ada
seseorang pun di dunia ini yang mempunyai ilmu pengetahuan secara sempurna.
Atas
kritik dan saran dari pembaca, kami mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan rahmat seta hidayah-nya kepada kita semua. Amin.
Bengkulu, 15
April 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................................... 1
KATA
PENGANTAR..................................................................................................... 2
DAFTAR
ISI 3
BAB
I : PENDAHULUAN
2.1
Latar Belakang................................................................................. 4
2.2
Metode Penulisan........................................................................... 4
2.3
Tujuan ……………………………………………................................................. 4
2.4 Manfaat……………………………………………………............................................ 5
BAB
II : TINJAUAN TEORITIS
3.1
Definisi............................................................................................ 6
3.2
Anatomi.......................................................................................... 7
3.3
Etiologi............................................................................................ 8
3.4
Tanda dan Gejala............................................................................. 9
3.5
Patopisiologi................................................................................... 9
3.6
Manifestasi Klinik………………………………………….. 11
3.7
Px Diagnostik ............................................................................ 11
3.8
Penatalaksanaan...................................................................... 11
3.8 Pengkajian…................................................................................... 12
3.9 intervensi …………………………………………………… 13
BAB III PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................... 19
4.2 Saran............................................................................................ 19
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Setiap bagian tubuh
manusia memiliki kelenjar yang memproduksi hormon tertentu. Jika produksi hormon
berjalan normal tidak akan menimbulkan masalah tapi bila produksinya berlebih
bisa menimbulkan gangguan kesehatan, contohnya seperti kelebihan hormon tiroid
(hipertiroid).
Hipertiroid adalah
suatu kondisi dimana kelenjar tiroid bekerja terlalu aktif sehingga
menghasilkan hormon-hormon tiroid secara berlebihan di dalam darah, yang
membuat metabolisme tubuh menjadi lebih cepat dan dapat membuat kualitas hidup
dari penderitanya menurun.
Jumlah penderita
hipertiroid kini terus meningkat. Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang
menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes (kencing manis).
Urutan tersebut serupa dengan kasus yang terjadi di dunia.
Penelitian
Herng-Ching Lin dari Taipei Medical University Taiwan, menemukan bahwa orang yang
berusia lebih tua dan terkena hipertiroid, cenderung mengalami irama jantung
abnormal, meluasnya penggumpalan darah dan disfungsi sel di pembuluh darah.
Bila hal ini terjadi, maka kemungkinan terjadi stroke sangat besar.
Menurut Prof Dr
Johan S Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN, hanya sekitar 25-50% pasien hipertiroid yang
betul-betul sembuh sempurna dengan obat, sehingga merupakan hal yang tidak
mengherankan jika penderita dengan gangguan tiroid harus bolak-balik berobat ke
dokter.
Penyakit
hipertiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria, meskipun
belum dipastikan faktor apa yang berperan dalam hal tersebut. Distribusi jenis
kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai
klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah
3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS
Bandung 10 : 1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang
terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahun (41,73%), tetapi menurut beberapa
penulis lain timbul pada usia 30–40 tahun.
Angka kejadian
hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara
44,44% - 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS
diperkirakan 0,4% populasi menderita hipertiroid, biasanya sering pada usia
< 40 tahun.
B. TUJUAN
1.
Tujuan umum.
Untuk mempelajari tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan Hipertiroid
2.
Tujuan khusus.
-
Untuk mengetahui konsep dasar teoritis
hipertiroid
-
Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan
pada klien dengan Hipertiroid, yang meliputi; pengkajian, diagnosa keperawatan,
itervensi
C. MANFAAT
1.
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan
kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan hipertiroid.
2.
Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua
pembaca tentang asuhan keperawatan dengan klien hipertiroid.
BAB II
KONSEP PENYAKIT
1.
DEFINISI
Hipertiroid pada kehamilan adalah hiperfungsi
kelenjar tiroid ditandai dengan naiknya metabolism basal15-20 %, kadang kala
diserta pembesaran ringan kelenjar tiroid. Penderita hipertiroid biasanya
mengalami gangguan haid ataupun kemandulan. Kadang juga terjadi kehamilan atau
timbul penyakit baru, timbul dalam masa kehamilan.
Kejadian penyakit ini diperkirakan 1:1000 dan dalam kehamilan umunya disebabkan oleh adenoma tunggal. Pasien dengan penyakit primer ini mungkin mengidap batu ginjal, penyakit tulang atau tanpa gejala.
Kejadian penyakit ini diperkirakan 1:1000 dan dalam kehamilan umunya disebabkan oleh adenoma tunggal. Pasien dengan penyakit primer ini mungkin mengidap batu ginjal, penyakit tulang atau tanpa gejala.
1.
Pengaruh kehamilan terhadap penyakit
Kehamilan dapat membuat strua tambah besar dan keluhan penderita tambah berat.
2. Pengaruh penyakit terhadap kehamilan dan persalinan
- Kehamikan sering berakhir ( abortus habitualis )
- Partus prematurus
- Kala II hendaknya diperpendek dengan akstraksi vakum / forsial, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis.
Kehamilan dapat membuat strua tambah besar dan keluhan penderita tambah berat.
2. Pengaruh penyakit terhadap kehamilan dan persalinan
- Kehamikan sering berakhir ( abortus habitualis )
- Partus prematurus
- Kala II hendaknya diperpendek dengan akstraksi vakum / forsial, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis.
Hormon-Hormon Tiroid
Hormon-hormon tiroid diproduksi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid
bertempat pada bagian bawah leher, dibawah Adam's apple. Kelenjar membungkus
sekeliling saluran udara (trachea) dan mempunyai suatu bentuk yang
menyerupai kupu-kupu yang dibentuk oleh dua sayap (lobes) dan dilekatkan
oleh suatu bagian tengah (isthmus).
Kelenjar tiroid mengambil yodium dari darah (yang kebanyakan datang dari
makanan-makanan seperti seafood, roti, dan garam) dan menggunakannya untuk
memproduksi hormon-hormon tiroid. Dua hormon-hormon tiroid yang paling penting
adalah thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3) mewakili 99.9%
dan 0.1% dari masing-masing hormon-hormon tiroid. Hormon yang paling aktif
secara biologi (contohnya, efek yang paling besar pada tubuh) sebenarnya adalah
T3. Sekali dilepas dari kelenjar tiroid kedalam darah, suatu jumlah yang besar
dari T4 dirubah ke T3 - hormon yang lebih aktif yang mempengaruhi metabolisme
sel-sel.
Pengaturan Hormon Tiroid - Rantai Komando
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari.
Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar
dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari)
dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus, juga suatu
bagian dari otak.
Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing
hormone (TRH), yang mengirim sebuah signal ke pituitari untuk melepaskan thyroid
stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke
tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari
yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah
hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian
berakibat pada hipertiroid.
Angka atau kecepatan produksi hormon tiroid dikontrol oleh kelenjar
pituitari. Jika tidak ada cukup jumlah hormon tiroid yang beredar dalam tubuh
untuk mengizinkan fungsi yang normal, pelepasan TSH ditingkatkan oleh pituitari
dalam suatu usahanya untuk menstimulasi tiroid untuk memproduksi lebih banyak
hormon tiroid. Sebaliknya, ketika ada suatu jumlah berlebihan dari hormon
tiroid yang beredar, pelepasan TSH dikurangi ketika pituitari mencoba untuk
mengurangi produksi hormon tiroid.
2.
ANATOMI
Mekanisme yang
berjalan di dalam tubuh manusia tersebut diatur oleh dua sistem pengatur utama,
yaitu: sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin (Guyton &
Hall: 1159). Pada umumnya, sistem saraf ini mengatur aktivitas tubuh yang
cepat, misalnya kontraksi otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan
cepat, dan bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin (Guyton
& Hall: 703). Sedangkan, sistem hormonal terutama berkaitan dengan
pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan
rekasi kimia di dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel
atau aspek lain dari metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi (Guyton
& Hall:1159).
Hormon tersebut
dikeluarkan oleh sistem kelenjar atau struktur lain yang disebut sistem
endokrin.Salah satu kelenjar yang
mensekresi hormon yang sangat berperan dalam metabolisme tubuh manusia adalah
kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon tiroid tersebut dibutuhkan persediaan
unsur yodium yang cukup dan berkesinambungan. Penurunan total sekresi tiroid
biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai
50 persen di bawah normal, dan bila kelebihan sekresi hormon tiroid sangat
hebat dapat menyebabkan naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60
sampai 100 persen di atas normal (Guyton & Hall: 1187). Keadaan ini dapat
timbul secara spontan maupun sebagai akibat pemasukan hormon tiroid yang berlebihan
(Price & Wilson:337-338). Tiroksin dan triiodotironin berfungsi
meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam hampir semua sel tubuh, jadi
meningkatkan tingkat metabolisme tubuh umum. Kalsitonin berfungsi memacu
pengendapan kalsium di dalam tulang sehingga menurunkan konsentrasi tingkat
metabolisme tubuh umum. Fungsi Hormon-hormon tiroid yang lain:
- Memegang peranan penting dalam peetumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang
- Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
- Efek kronotropik dan inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung
- Merangsang pembentukan sel darah merah
- Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolism.
- Bereaksi sebagai antagonis kalsium.
3.
ETIOLOGI
Hipertiroid pada kehamilan dapat disebabkan oleh
beberapa keadaan berikut :
1. Penyakit Graves’
2. Gestational Transient Thyrotoxicosis ( GTT )
3. Mola hidatidosa
4. Multinoduler goiter
5. Adenoma toksik
6. Tiroditis subakut
7. Hyperthroidism iatrogenik
8. TSH - producing pituitary tumor
9. Struma ovari
Dari beberapa etiologi hipertiroid pada kehamilan, etiologi yang terbanyak dilaporkan adalah Penyakit Graves’
2. Gestational Transient Thyrotoxicosis ( GTT )
3. Mola hidatidosa
4. Multinoduler goiter
5. Adenoma toksik
6. Tiroditis subakut
7. Hyperthroidism iatrogenik
8. TSH - producing pituitary tumor
9. Struma ovari
Dari beberapa etiologi hipertiroid pada kehamilan, etiologi yang terbanyak dilaporkan adalah Penyakit Graves’
PATOFIOLOGI
Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika.
Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai
tiga kali dari ukuran normal, disertai dengan banyak hiperplasia dan
lipatan-lipatan sel-sel folikel ke salam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini
lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga,
setiap sel meningkatkan kecepatan 5-15 kali lebih besar dari pada normal.
Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu
yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin
yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berkaitan
dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi
CAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada
pasien hipertiroidisme konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda
dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon
tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh
kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga
diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori
kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka
hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat
peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses
metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami
kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot
sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang
halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami
gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardia atau diatas normal juga merupakan
salah satu efek hormone tiroid pada system kardiovaskular. Eksopthalamus yang
terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan
periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.
4.
MANIFESTASI KLINIS
·
. Takikardi
·
Susah tidur
(Insomnia
·
Eksoftalmus (Mata kelihatan
melotot)
·
Tiromegali
·
Penurunan berat badan
·
Nyeri sendi
·
Tremor (Gemetaran), Gugup
(Nervous)
·
Merasa kepanasan pada suhu normal
atau dingin
·
Keringat berlebihan
Ø
Pengaruh kehamilan terhadap
penyakit :
·
Kehamilan dapat membuat struma
tambah besar dan
·
keluhan penderita bertambah berat
Ø
Pengaruh penyakit terhadap
kehamilan dan persalinan :
·
Kehamilan sering berakhir :
abortus (abortus habitualis)
·
Partus prematurus
·
Kala II hendaknya diperpendek
dengan ekstraksi vakum atau forseps, karena bahaya kemungkinan timbulnya
dekompensasi kordis
Ø
Dampak pada Janin dan
Neonatus
Sebagian janin bisa
dalam keadaan eutiroid dan sebagian kecil lainya hiper atau hipotiroid. Kedua
kondisi ini dapat terjadi seiring dengan ada tidaknya goiter.
Gambaran klinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi baru lahir dari ibu yang terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai berikut :
Gambaran klinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi baru lahir dari ibu yang terpapar tiroksin secara berlebihan adalah sebagai berikut :
§
Terlihatnya gambaran goiter
tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir akibat adanya transfer
thyroid-stimulating immunoglobulin melalui plasenta. Janin bisa dalam keadaan
nonimmune hydrops atau bahkan meninggal.
§
Dapat terjadi goiter hipotiroid
pada janin dari ibu yag mendapatkan pengobatan golongan thiomide. Keadaan
hipotiroid ini dapat diterapi dengan pemberian tiroksin secara intra-amniotik.
§
Pada janin juga dapat terjadi
hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai akibat masuknya thyrotropin-receptor
blocking antibodies ibu melalui plasenta.
Hasil Akhir Kehamilan
Keadaan bayi
perinatal dari perempuan dengan tirotoksikosis sangat tergantung dengan
tercapai tidaknya pengontrolan metabolic. Kelebihan tiroksin dapat menyebabkan
keguguran spontan.
Pada perempuan yang
tidak mendapat pengobatan, atau pada mereka yang tetap hipertiroid meskipun
terapi telah diberikan, akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsi,
kegagalan jantung dan keadaan perinatal yang buruk.
5.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Secara klinis
diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan, karena kehamilan
itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan hipertiroidisme. Pada
kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi hiperdinamik dan
hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme. Disamping itu penambahan
berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala penurunan berat
badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh karena itu pegangan klinis untuk
diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun demikian pada seorang penderita
hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal, gambaran klinis yang klasik dapat
dipakai sebagai pegangan diagnosis. Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai
pegangan diagnosis adalah adanya tremor, kelainan mata yang non infiltratif
atau yang infiltratif, berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya, miksedema
lokal, miopati dan onikolisis. Semua keadaan ini tidak pernah terjadi pada
kehamilan normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali permenit dan tidak
melambat dengan perasat Valsalva, hal ini memberi kemungkinan kuat adanya
hipertiropidisme.
Pasien-pasien
dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis gravidarum yang hanya
dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.
Laboratorium :
1.
Kadar T4 dan T3
total
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat
karena peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4
total diatas 190 nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.
2.
Kadar T4 bebas dan
T3 bebas (fT4 dan fT3)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat
karena tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti
melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga
kadar yang normal saja mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.
3.
Indeks T4 bebas
(fT4I)
Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung
menunjukkan aktifitas tiroid yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan
pilihan yang paling baik. Dari segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh
karena dua pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake
(ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang
paling baik pada saat ini.
4. Tes TRH
Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita
hipertiroidisme hamil dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes
ini membutuhkan waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu.
5. TSH basal
sensitif
Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai
populer sebagai tes skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk
diagnosis hipotiroidisme, tetapi juga untuk hipertiroidisme termasuk yang
subklinis. Dengan pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.
6.
Thyroid Stimulating
Immunoglobulin (TSI)
7.
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita
hipertiroidisme Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting
yaitu :
a. Menunjukkan
bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar penderita akan
relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses
otoimun.
b. Ada kemungkinan
bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati plasenta dengan
mudah.
8. PENATALAKSANAAN
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi
terhadap wanita hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak
pada pilihan antara penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan.
Namun obat-obat anti tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.
§
Obat-obat anti
tiroid
Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan
tionamida yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade
proses yodinasi molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat
imunosupresif dengan menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi
aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh karena obat ini tidak
mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis baru terjadi setelah
hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah koloid yang
terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah dapat
terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6
minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan
pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan
dibandingkan metimazol antara lain :
a) PTU dapat
menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis hormon tiroid.
b) PTU lebih
sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU mempunyai ikatan
protein yang kuat dan sukar larut dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan
aplasia cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada
pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum
terbentuknya plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada keadaan tidak
hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan
terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4
serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah
tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3
minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya
dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan penyakit dan respons
pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan
serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan
gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa
dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg
PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme
maternal ringan masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan
hipotiroidisme. Oleh karena itu kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan
pada batas normal tertinggi.
Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb
secara spontan, sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi
hipertiroidisme. Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama
trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat
anti tiroid. Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi
penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan
hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap
meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini
diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan
hipertiroidisme.
Biasanya janin
mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin karena ibu hamil yang
hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan anti tiroid
yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol
dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg
perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam. Alasan mengapa
PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian
Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam serum pada trimester terakhir
masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg
perhari tidak dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat
pula mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah
melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak
dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol,
sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus.
Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg
dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut
Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan
dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan
yang ketat terhadap faal tiroid neonatus.
§
Beta bloker
Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat
menyebabkan plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons
terhadap anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh
karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka
panjang terhadap hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup
banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil
cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila
dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida
biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida secara
cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-Chaikoff)
dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan yodida jangka panjang
dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin.
Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5 tetes 2 kali sehari, tapi tidak
boleh lebih dari 1 minggu.
§
Tindakan operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda
sampai akhir trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko
abortus spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri,
antara lain :
a) Mempunyai risiko
yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat pengaruh obat-obat
anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
b) Dapat terjadi
komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus, hipoparatiroidisme dan
hipotiroidisme yang sukar diatasi.
c) Tindakan
operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid
.
Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang
hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak
efektif dalam mengontrol keadaan hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan
mekanik akibat penekanan struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan
hipertiroisme harus dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid
untuk menghindari terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya
diawasi secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila
ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi
hormon tiroid.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit
1) Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari → tabuh / clubbing finger disebut PLUMER NAIL.
5) Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,8o C → indikasi Krisis Tyroid.
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit
1) Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari → tabuh / clubbing finger disebut PLUMER NAIL.
5) Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,8o C → indikasi Krisis Tyroid.
b. Mata ( Opthalmoptik )
1) Retraksi kelopak mata atas → mata membelalak / tanda Dalrymple.
2) Proptosis ( eksoptalmus ), karena jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limposit.
3) Iritasi Conjunction dan Hemosis.
4) Laktrimasi
5) Ortalmoplegia
6) Tanda Jefrey : kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit menunduk dan mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
7) Tanda Rosenbach : tremor pada kelopak mata pada waktu mata menutup.
8) Tanda stelwag : mata jarang berkedip.
9) Tanda Dalrymple : retraksi kelopak mata bagian atas sehingga memberi kesan mata membelalak.
10) Tanda Van Graefe : kelopak mata terlambat turun dibandingkan boa mata.
11) Tanda Molbius : kelemahan dalam akomodasi / konvergensi mata / gagal konvergensi.
c. Cardio vaskuler.
1) Peningkatan tekanan darah
2) Tekanan nadi meningkat
3) Takhikardia
4) Aritmia
5) Berdebar-debar
6) Gagal jantung
d. Respirasi
1) Perubahan pola nafas
2) Dyspnea
3) Pernafasan dalam
4) Respirasi rate meningkat
e. Gastrointestinal
1) Poliphagia → nafsu makan meningkat.
2) Diare → bising usus hyperaktif
3) Enek
4) Berat badan turun
f. Otot
1) Kekuatan menurun
2) Kurus
3) Atrofi
4) Tremor
5) Cepat lelah
6) Hyperaktif refleks tendom
g. Sistem persyarafan
1) Iritabiltas → gelisah
2) Tidak dapat berkonsentrasi
3) Pelupa
4) Mudah pindah perhatian
5) Insomnia
6) Gematar
h. Status mental dan emosional
1) Emosi labil → lekas marah, menangis tanpa sebab
2) Iritabilitas
3) Perubahan penampilan
i. Status ginjal
1) Polyuri ( banyak dan sering kencing ).
2) Polidipsi ( rasa haus berlebihan → banyak minum )
j. Status reproduksi
1) Pada wanita :
a. Hypomenorrhoe
b. Amenorrhoe
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH
k. Leher
1) Teraba adany apembesaran tyroid ( goiter ).
2) Briut ( + ).
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Serum T3 dan T4 meningkat ( Normal : T3 :8 – 16 g. T4 4-11 g )
b. TSH serum menurun
c. Tyroid → radio aktif iodine up take ( RAIU ) meningkat ( Normal: 10-35 % )
d. BMR meningkar
e. PBI meningkat ( Normal :4 g - 8 g, hypertiroid > 8 g, hypertiroid < g)
Diagnosa medic :
ketoasidosis diabetic (KAD)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
- Kelelahan
berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi;
peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
Data penunjang: mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi. - Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan / pemasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia.
- Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak mata / eksoftalmus.
Perencanaan Keperawatan
no
|
diagnosa
|
Tujuan
|
intervensi
|
rasional
|
1
|
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme;
peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan
vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
2.
Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi;
peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
3.
Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme (peningkatan nafsu makan/peasukan dengan penurunan berat badan);
mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia
4.
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan
mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak
mata/eksoftalmus
|
mempertahankan curah jantung
yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital
stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, stauts mental
baik, tidak ada disritmia
Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi,
menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan
aktifitas
Menunjukkan berat badan yang stabil disertai dengan nilai laboratorium yang
normal dan terbebas dari tanda – tanda malnutrisi
Mampu mengidentifika- si tindakan untuk memberikn
perlindungan pada mata dan mencegah komplikasi
|
Mandiri
1. Pantau tekanan darah pada posisi
baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan
nadi.
2. Pantau
CVP jika pasien menggunakannya.
3. Periksa/teliti
kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien.
4. Kaji
nadi atau denyut jantung saat pasien tidur.
5. Auskultasi
suara antung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop
dan murmur sistolik.
6. Pantau
EKG, catat dan perhatikan kecepatan atau irama jnatung dan adanya disritmi
7. Auskultasi
suara nafas, perhatikan adanya suara yang tidak normal.
8. Pantau
suhu, berikan lingkungan yang sejuk, batasi penggunaan linen/pakaian, kompres
dengan air hangat.
9. Observasi
tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah,
pengisisan kapiler lambat, penurunan produksi urine dan hipotensi.
10.
Catat masukan dan keluaran, catat berat jenis
urine.
11.
Timbang berat badan setiap hari, sarankan
untuk tirah baring, batasi aktivitas yang tidak perlu.
12.
Catat adanya riwayat asma/bronkokontriksi,
kehamilan, sinus bradikardia/blok jantung yang berlanjut menjadi gagal
jantung.
13.
Observasi efek samping dari antagois
adrenergik, misalnya penurunan nadi dan tekanan darah yang drastis, tanda –
tanda adanya kongesti vaskular/CHF, atau henti jantung.
Kolaborasi
1. Berikan cairan iv sesuai indikasi
2. Berikan O2 sesuai indikasi
Mandiri
1.
Pantau tanda vital dan catat nadi baik saat istirahat maupun saat
melakukan aktifitas
2.
Catat berkembangnya takipnea, dispnea, pucat dan sianosis
3.
Berikan/ciptakan lingkungan yang tenang, ruangan yang dingin, turunkan
stimulasi sesori, warna – warna yang sejuk dan musik santai (tenang).
4.
Sarankan pasien untuk mengurangi aktifitas dan meningkatkan istirahat di
tempat tidur sebanyak – banyaknya jika memungkinkan
5.
Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman, seperti: sentuhan/masase,
bedak yang sejuk.
6.
Memberikan aktifitas pengganti yang menyenangkan dan tenang, seperti
membaca, mendengarkan radio dan menonton televise
7.
Hindari membicarakan topik yang menjengkelkan atau yang mengancam pasien,
diskusikan cara untuk berespons terhadap perasaan tersebut.
8.
Diskusikan dengan orang terdekat keadaan lelah dan emosi yang tidak
stabil
ini.
Kolaborasi
1.
Berikan obat sesuai indikasi (sedatif, mis: fenobarbital / luminal,
transquilizer / klordiazepoksida / librium
Mandiri
1.
Auskultasi bising usus.
2.
Catat dan laporkan adanya anoreksia, kelelahan umum/nyeri, nyeri abdomen,
munculnya mual dan muntah.
3.
Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat badan setiap hari
serta laporkan adanya penurunan berat badan.
4.
Dorong pasien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan
kecil, dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.
5.
Hindari pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (mis.
Teh, kopi dan makanan berserat lainnya) dan cairan yang menyebabkan diare
(mis. Apel, jambu dll).
Kolaborasi
1.
Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori,
protein, karbohidrat dan vitamin
2.
Berikan obat sesuai indikasi: Berikan glukose sesuai dengan berat badan /
kebutuhan klien
3.
Insulin (dengan dosis kecil)
Mandiri
1.
Observasi edema periorbital, gangguan penutupan kelopak mata, lapang
pandang sempit, air mata berlebihan. Catat adanya fotofobia, rasa adanya
benda di luar mata dan nyeri pada mata.
2.
Evaluasi ketajaman mata, laporkan adanya pandangan yang kabur atau
pandangan ganda (diplopia).
3.
Anjurkan pasien menggunakan kacamata gelap ketika terbangun dan tutup
dengan penutup mata selama tidur sesuai kebutuhan
4.
Bagian kepala tempat tidur ditinggikan dan batasi pemakaian garam jika
ada indikasi.
5.
Instruksikan agar pasien melatih otot mata ekstraokular jika memungkinkan
6.
Berikan kesempatan pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang
perubahan gambaran atau bentuk ukuran tubuh untuk meningkatkan gambaran diri.
Kolaborasi
1.
Berikan obat sesuai indikasi:
-
Obat tetes mata metilselulosa.
-
ACTH, prednison
-
Obat antitiroid
-
diuretik
|
1.
Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi
sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume
sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari
peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah
2.
Memberikan ukuran volume sirkuasi yang
langsung dan lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung
3.
Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan
oksigen oleh otot jantung atau iskemia.
4.
Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat
terhadap adanya takikardia
5.
S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan
curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda
adanya kemungkinan gagal jantung.
6.
Takikardia merupakan cerminan langsung
stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan
dapt membahayakan fungsi antung atau curah jantung.
7.
Tanda awal terjadinya kongesti paru yang
berhubungan dengan timbulnya gagal jantung.
8.
Demam terjadi sebagai akibat kadar hormon yang
berlebihan dan dapat meningkatkan diuresis/dehidrasi dan menyebabkan
peningkatan vasodilatasi perifer, penumpukan vena dan hipotensi
9.
Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan
menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.
10.Kehilangan
cairan yang banyak (melalui muntah, dare, diuresis, diaforesis) dapat
menimbulkan dehidrasi berat, urine pekat dan berat badan menurun
11.Aktivitas
akan meningkatkan kebutuhan metabolik/sirkulasi yang berpotensi menimbulkan
gagal jantung
12.Kondisi
ini mempengaruhi pilihan terapi (misal penggunaan penyekat beta-adrenergik
merupakan kontraindikasi).
13.Satu
indikasi untuk menurunkan atau menghentikan terapi.
1.
Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume
sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal
jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik
2.
Mungkin juga diperlukan untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen
tersebut
1.
: Nadi secara luas meningkat dan
bahkan saat istirahat, takikardia (di atas 160x/mnt) mungkin akan ditemukan.
2.
Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan ditingkatkan pada keadaan
hipermetabolik, yang merupakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan
aktivitas
3.
Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi,
hiperaktif dan insomnia.
4.
Membantu melawan pengaruh dari
peningkatan metabolism
5.
Dapat menurunkan energi dalam saraf yang selanjutnya meningkatkan
relaksasi
6.
Memungkinkan untuk menggunakan energi dengan cara konstruktif dan mungkin
juga akan menurunkan ansietas
7.
Peningkatan kepekaan dari susunan saraf pusat dapat menyebabkan pasien
mudah untuk terangsang, agitasi dan emosi yang berlebihan
8.
Mengerti bahwa tingkah laku tersebut secara fisik meningkatkan koping
terhadap situasi sat itu dorongan dan saran orang terdekat untuk berespons
secara positif dan berikan dukungan pada pasien.
1.
Untuk mengatasi keadaan (gugup), hiperaktif dan insomnia
1.
Bising usus hiperaktif menerminkan peningkatan motilitas lambung yang
menurunkan atau mengubah fungsi absorpsi
2.
Peningkatan aktivitas adrenergik dapat menyebabkan gangguan sekresi
insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia, polidipsia,
poliuria, perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan (tanda asidosis
metabolik).
3.
Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang
cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
4.
Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambahkan kalori
tetap tinggi pada penggunaan kalori yang disebabkan oleh adanya
hipermetabolik.
5.
: Peningkatan motilitas saluran
cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorpsi nutrisi yang diperlukan
1.
Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat – zat makanan
yang adekuat dan mengidentifikasikan makanan pengganti yang paling sesuai.
2.
: Diberikan untuk memenuhi kalori
yang diperlukan dan mencegah atau mnegobati hipoglikemia
3.
Dilakukan dalam mengendalikan glukosa darah jika kemungkinan ada
peningkatan.
1.
Manifestasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan berhubungan
dengan tirotoksikosis yang memerlukan intervensi pendukung sampai resolusi
krisis dapat menghilangkan simtomatologis
2.
Oftalmopati infiltratif (penyakit graves) adalah akibat dari peningkatan
jaringan retro-orbita, yang menciptakan eksoftalmus dan infiltrasi limfosit
dari otot ekstraokuler yang menyebabkan kelelahan. Munculnya gangguan
penglihatan dapat memperburuk atau memperbaiki kemandirian terapi dan
perjalanan klinis penyakit
3.
Melindungi kerusakan kornea jika pasien tidak dapat menutup mata dengan
sempurna karena edema atau karena fibrosis bantalan lemak
4.
Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi seperti GJK yang mana dapat
memperberat eksoftalmus
5.
Memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan gerakan mata
6.
Bola mata yang agak menonjol
menyebabkan seseorang tidak menarik, hal ini dapat dikurangi dengan
menggunakan tata rias, menggunakan kaca mata.
-
Sebagai lubrikasi mata
-
Diberikan untuk menurunkan radang yang berkembang dengan cepat
-
Dapat menurunkan tanda / gejala atau mencegah keadaan yang semakin memburuk.
-
Dapat menurunkan edema pada keadaan ringan.
|
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
1.
Hipertiroidisme
dalam kehamilan lebih sering disebabkan oleh penyakit Grave yang merupakan
penyakit otoimun.
2.
Diagnosis
hipertiroidisme dalam kehamilan secara klinis sulit ditegakkan, oleh karena itu
perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium penunjang.
3.
Pemeriksaan
laboratorium yang paling ideal adalah pemeriksaan fT4I, karena tidak
dipengaruhi oleh proses kehamilan.
4.
Prioritas
penatalaksanaan hipertiroidisme dalam kehamilan adalah dengan pemberian
obat-obat anti tiroid dan PTU merupakan obat pilihan yang paling aman.
5.
Propranolol dan
preparat yodida hanya diberikan sebagai tambahan pada keadaan hiperdinamik dan
hipermetabolik yang berat dan tidak boleh diberikan lebih dari 1 minggu.
6.
Tindakan operatif
hanya dilakukan pada keadaan-keadaan :
a.
Hipersensitif
terhadap obat-obat anti tiroid
b.
Obat anti tiroid
tidak efektif dalam mengendalikan keadaan hipertiroidismenya
c.
Terjadi gangguan
mekanik akibat penekanan struma
7.
Tindakan operatif
sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama.
8.
Terapi dengan
yodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada wanita hamil karena dapat
menimbulkan hipotiroidisme permanen pada janin.
2.
SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis dapat
menyampaikan saran kepada semua pihak, baik dari pihak institusi maupun
kalangan mahasiswa akademi keperawatan sintang agar mampu mendeteksi dini dan
melakukan penanganan lebih lanjut apabila di temukan klien dengan otitis
eksterna, selain itu juga dapat melakukan pencegahan dini dengan pola hidup
yang baik, sekaligus dapat menjadi bahan bacaan bagi pihak institusi maupun
mahasiswa/I Akademi Keperawatan Sintang.
DAFTAR PUSTAKA
Arief,
M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED
: 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Santosa, Budi.
2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Closkey, Mc, et all.
2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.