ASUHAN KEPERAWATAN ENDOKRIN HIPERTIROID



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
TRI MANDIRI SAKTI
BENGKULU
2014

KATA PENGANTAR


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kemudian tidak lupa pula kami sampaikan Sholawat serta salam kepada Nabi Muhamad SAW.
                Kami menulis  makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Keperawatan anak dan dengan bantuan teman – teman serta pihak – pihak lain, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
                Kami menyadari dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, masih banyak mengalami masalah dan kekeliruan. Oleh karna itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca makalah ini. Tidak terkecuali dari pihak mahasiswa/mahasiswi atau pun para dosen sebab itu saya memahami bahwa tidak ada seseorang pun di dunia ini yang mempunyai ilmu pengetahuan secara sempurna.
                Atas kritik dan saran dari pembaca, kami mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat seta hidayah-nya kepada kita semua. Amin.


               
                                                                                                             Bengkulu,  15  April  2013




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI                                                                                                                                             3
BAB I : PENDAHULUAN
2.1   Latar Belakang................................................................................. 4
2.2   Metode Penulisan........................................................................... 4
2.3   Tujuan ……………………………………………................................................. 4
               2.4  Manfaat……………………………………………………............................................ 5
BAB II :              TINJAUAN TEORITIS
3.1   Definisi............................................................................................ 6
3.2   Anatomi.......................................................................................... 7
3.3   Etiologi............................................................................................ 8
3.4   Tanda dan Gejala............................................................................. 9
3.5    Patopisiologi................................................................................... 9
3.6   Manifestasi Klinik…………………………………………..      11
3.7   Px Diagnostik ............................................................................       11
3.8    Penatalaksanaan......................................................................       11
                     3.8  Pengkajian…...................................................................................       12
                     3.9 intervensi  ……………………………………………………     13   
                   BAB III  PENUTUP
4.1  Kesimpulan................................................................................... 19
4.2  Saran............................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA                                                                                                                   

BAB I
PENDAHULUAN

A.     PENDAHULUAN
Setiap bagian tubuh manusia memiliki kelenjar yang memproduksi hormon tertentu. Jika produksi hormon berjalan normal tidak akan menimbulkan masalah tapi bila produksinya berlebih bisa menimbulkan gangguan kesehatan, contohnya seperti kelebihan hormon tiroid (hipertiroid).
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid bekerja terlalu aktif sehingga menghasilkan hormon-hormon tiroid secara berlebihan di dalam darah, yang membuat metabolisme tubuh menjadi lebih cepat dan dapat membuat kualitas hidup dari penderitanya menurun.
Jumlah penderita hipertiroid kini terus meningkat. Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes (kencing manis). Urutan tersebut serupa dengan kasus yang terjadi di dunia.
Penelitian Herng-Ching Lin dari Taipei Medical University Taiwan, menemukan bahwa orang yang berusia lebih tua dan terkena hipertiroid, cenderung mengalami irama jantung abnormal, meluasnya penggumpalan darah dan disfungsi sel di pembuluh darah. Bila hal ini terjadi, maka kemungkinan terjadi stroke sangat besar.
Menurut Prof Dr Johan S Masjhur, SpPD-KEMD, SpKN, hanya sekitar 25-50% pasien hipertiroid yang betul-betul sembuh sempurna dengan obat, sehingga merupakan hal yang tidak mengherankan jika penderita dengan gangguan tiroid harus bolak-balik berobat ke dokter.
Penyakit hipertiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria, meskipun belum dipastikan faktor apa yang berperan dalam hal tersebut. Distribusi jenis kelamin dan umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS. Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 : 1. Sedangkan distribusi menurut umur di RSUP Palembang yang terbanyak adalah pada usia 21 – 30 tahun (41,73%), tetapi menurut beberapa penulis lain timbul pada usia 30–40 tahun.
Angka kejadian hipertiroid yang didapat dari beberapa klinik di Indonesia berkisar antara 44,44% - 48,93% dari seluruh penderita dengan penyakit kelenjar gondok. Di AS diperkirakan 0,4% populasi menderita hipertiroid, biasanya sering pada usia < 40 tahun.



B.     TUJUAN
1.            Tujuan umum.
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Hipertiroid
2.            Tujuan khusus.
-          Untuk mengetahui konsep dasar teoritis hipertiroid
-          Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan Hipertiroid, yang meliputi; pengkajian, diagnosa keperawatan, itervensi

C.     MANFAAT
1.         Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan hipertiroid.
2.         Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan keperawatan dengan klien hipertiroid.












BAB II
KONSEP PENYAKIT

1.     DEFINISI
Hipertiroid pada kehamilan adalah hiperfungsi kelenjar tiroid ditandai dengan naiknya metabolism basal15-20 %, kadang kala diserta pembesaran ringan kelenjar tiroid. Penderita hipertiroid biasanya mengalami gangguan haid ataupun kemandulan. Kadang juga terjadi kehamilan atau timbul penyakit baru, timbul dalam masa kehamilan.
Kejadian penyakit ini diperkirakan 1:1000 dan dalam kehamilan umunya disebabkan oleh adenoma tunggal. Pasien dengan penyakit primer ini mungkin mengidap batu ginjal, penyakit tulang atau tanpa gejala.
1.      Pengaruh kehamilan terhadap penyakit
Kehamilan dapat membuat strua tambah besar dan keluhan penderita tambah berat.
2. Pengaruh penyakit terhadap kehamilan dan persalinan
- Kehamikan sering berakhir ( abortus habitualis )
- Partus prematurus
- Kala II hendaknya diperpendek dengan akstraksi vakum / forsial, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis.
Hormon-Hormon Tiroid
Hormon-hormon tiroid diproduksi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid bertempat pada bagian bawah leher, dibawah Adam's apple. Kelenjar membungkus sekeliling saluran udara (trachea) dan mempunyai suatu bentuk yang menyerupai kupu-kupu yang dibentuk oleh dua sayap (lobes) dan dilekatkan oleh suatu bagian tengah (isthmus).
Kelenjar tiroid mengambil yodium dari darah (yang kebanyakan datang dari makanan-makanan seperti seafood, roti, dan garam) dan menggunakannya untuk memproduksi hormon-hormon tiroid. Dua hormon-hormon tiroid yang paling penting adalah thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3) mewakili 99.9% dan 0.1% dari masing-masing hormon-hormon tiroid. Hormon yang paling aktif secara biologi (contohnya, efek yang paling besar pada tubuh) sebenarnya adalah T3. Sekali dilepas dari kelenjar tiroid kedalam darah, suatu jumlah yang besar dari T4 dirubah ke T3 - hormon yang lebih aktif yang mempengaruhi metabolisme sel-sel.
Pengaturan Hormon Tiroid - Rantai Komando
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus, juga suatu bagian dari otak.
Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone (TRH), yang mengirim sebuah signal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada hipertiroid.
Angka atau kecepatan produksi hormon tiroid dikontrol oleh kelenjar pituitari. Jika tidak ada cukup jumlah hormon tiroid yang beredar dalam tubuh untuk mengizinkan fungsi yang normal, pelepasan TSH ditingkatkan oleh pituitari dalam suatu usahanya untuk menstimulasi tiroid untuk memproduksi lebih banyak hormon tiroid. Sebaliknya, ketika ada suatu jumlah berlebihan dari hormon tiroid yang beredar, pelepasan TSH dikurangi ketika pituitari mencoba untuk mengurangi produksi hormon tiroid.


2.     ANATOMI
Mekanisme yang berjalan di dalam tubuh manusia tersebut diatur oleh dua sistem pengatur utama, yaitu: sistem saraf dan sistem hormonal atau sistem endokrin (Guyton & Hall: 1159). Pada umumnya, sistem saraf ini mengatur aktivitas tubuh yang cepat, misalnya kontraksi otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan cepat, dan bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin (Guyton & Hall: 703). Sedangkan, sistem hormonal terutama berkaitan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme tubuh, seperti pengaturan kecepatan rekasi kimia di dalam sel atau pengangkutan bahan-bahan melewati membran sel atau aspek lain dari metabolisme sel seperti pertumbuhan dan sekresi (Guyton & Hall:1159).
Hormon tersebut dikeluarkan oleh sistem kelenjar atau struktur lain yang disebut sistem endokrin.Salah satu  kelenjar yang mensekresi hormon yang sangat berperan dalam metabolisme tubuh manusia adalah kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon tiroid tersebut dibutuhkan persediaan unsur yodium yang cukup dan berkesinambungan. Penurunan total sekresi tiroid biasanya menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di bawah normal, dan bila kelebihan sekresi hormon tiroid sangat hebat dapat menyebabkan naiknya kecepatan metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal (Guyton & Hall: 1187). Keadaan ini dapat timbul secara spontan maupun sebagai akibat pemasukan hormon tiroid yang berlebihan (Price & Wilson:337-338). Tiroksin dan triiodotironin berfungsi meningkatkan kecepatan reaksi kimia dalam hampir semua sel tubuh, jadi meningkatkan tingkat metabolisme tubuh umum. Kalsitonin berfungsi memacu pengendapan kalsium di dalam tulang sehingga menurunkan konsentrasi tingkat metabolisme tubuh umum. Fungsi Hormon-hormon tiroid yang lain:
  • Memegang peranan penting dalam peetumbuhan fetus khususnya pertumbuhan saraf dan tulang
  • Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
  • Efek kronotropik dan inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung
  • Merangsang pembentukan sel darah merah
  • Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolism.
  • Bereaksi sebagai antagonis kalsium.
3.     ETIOLOGI
Hipertiroid pada kehamilan dapat disebabkan oleh beberapa keadaan  berikut :
1. Penyakit Graves’
2. Gestational Transient Thyrotoxicosis ( GTT )
3. Mola hidatidosa
4. Multinoduler goiter
5. Adenoma toksik
6. Tiroditis subakut
7. Hyperthroidism iatrogenik
8. TSH - producing pituitary tumor
9. Struma ovari
Dari beberapa etiologi  hipertiroid pada kehamilan, etiologi yang terbanyak dilaporkan adalah  Penyakit Graves’

PATOFIOLOGI


Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari ukuran normal, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke salam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan 5-15 kali lebih besar dari pada normal.
Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berkaitan  dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardia atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormone tiroid pada system kardiovaskular. Eksopthalamus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.


4.      MANIFESTASI KLINIS

·         . Takikardi
·         Susah tidur (Insomnia   
·         Eksoftalmus (Mata kelihatan melotot)
·          Tiromegali   
·         Penurunan berat badan
·         Nyeri sendi
·         Tremor (Gemetaran), Gugup (Nervous)
·         Merasa kepanasan pada suhu normal atau dingin
·         Keringat berlebihan


Ø  Pengaruh kehamilan terhadap penyakit :

·         Kehamilan dapat membuat struma tambah besar dan
·          keluhan penderita bertambah berat

Ø  Pengaruh penyakit terhadap kehamilan dan persalinan :
   
·         Kehamilan sering berakhir : abortus (abortus habitualis)
·          Partus prematurus
·         Kala II hendaknya diperpendek dengan ekstraksi vakum atau forseps, karena bahaya kemungkinan timbulnya dekompensasi kordis

Ø  Dampak  pada Janin dan Neonatus

Sebagian janin bisa dalam keadaan eutiroid dan sebagian kecil lainya hiper atau hipotiroid. Kedua kondisi ini dapat terjadi seiring dengan ada tidaknya goiter.
Gambaran klinik yang mungkin dapat ditemukan pada bayi baru lahir dari ibu yang terpapar  tiroksin secara berlebihan adalah sebagai berikut :
   
§  Terlihatnya gambaran goiter tirotoksikosis pada janin atau bayi baru lahir akibat adanya transfer thyroid-stimulating immunoglobulin melalui plasenta. Janin bisa dalam keadaan nonimmune hydrops atau bahkan meninggal.
§  Dapat terjadi goiter hipotiroid pada janin dari ibu yag mendapatkan pengobatan golongan thiomide. Keadaan hipotiroid ini dapat diterapi dengan pemberian tiroksin secara intra-amniotik.
§  Pada janin juga dapat terjadi hipotiroidism tanpa adanya goiter sebagai akibat masuknya thyrotropin-receptor blocking antibodies ibu melalui plasenta.

Hasil Akhir Kehamilan

Keadaan bayi perinatal dari perempuan dengan tirotoksikosis sangat tergantung dengan tercapai tidaknya pengontrolan metabolic. Kelebihan tiroksin dapat menyebabkan keguguran spontan.
Pada perempuan yang tidak mendapat pengobatan, atau pada mereka yang tetap hipertiroid meskipun terapi telah diberikan, akan meningkatkan resiko terjadinya preeklamsi, kegagalan jantung dan keadaan perinatal yang buruk.

5.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Secara klinis diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan, karena kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan hipertiroidisme. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme. Disamping itu penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh karena itu pegangan klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun demikian pada seorang penderita hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal, gambaran klinis yang klasik dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis. Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai pegangan diagnosis adalah adanya tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau yang infiltratif, berat badan menurun tanpa diketahui sebabnya, miksedema lokal, miopati dan onikolisis. Semua keadaan ini tidak pernah terjadi pada kehamilan normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali permenit dan tidak melambat dengan perasat Valsalva, hal ini memberi kemungkinan kuat adanya hipertiropidisme.
Pasien-pasien dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis gravidarum yang hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.

Laboratorium :
1.    Kadar T4 dan T3 total
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.



2.    Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.

3.    Indeks T4 bebas (fT4I)
Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari segi biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.

4. Tes TRH
Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan waktu dan penderita harus disuntik TRH dulu.

5. TSH basal sensitif
Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.
6.      Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
7.       
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme Grave hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :
a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses otoimun.
b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati plasenta dengan mudah.

8.      PENATALAKSANAAN
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.

§  Obat-obat anti tiroid

Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai. Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah 4-6 minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak digunakan pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak kelebihan dibandingkan metimazol antara lain :

a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis hormon tiroid.
b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.

Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari. Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari diyakini tidak menimbulkan gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian Cheron menunjukkan bahwa dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg PTU perhari pada ibu hamil hipertiroidisme. Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan masih dapat ditolerir oleh janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu kadar T4 dan T3 serum hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi.
Selama trimester ketiga dapat terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan, sehingga penurunan dosis PTU tidak menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme. Bahkan pada kebanyakan pasien dapat terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme.
Biasanya janin mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin karena ibu hamil yang hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan anti tiroid yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol dengan panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg perhari dan diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam. Alasan mengapa PTU masih dapat diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-kawan bahwa kadar PTU didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol, sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus. Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap faal tiroid neonatus.

§  Beta bloker

Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh karena itu propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka panjang terhadap hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup banyak peneliti yang melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil cukup aman. Beta bloker dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila dikombinasi dengan yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida biasanya menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari. Yodida secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin (efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan yodida jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5 tetes 2 kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.

§  Tindakan operatif

Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan. Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain :

a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus, hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.
c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid
.
Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol keadaan hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi hormon tiroid.





ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit
1) Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari → tabuh / clubbing finger disebut PLUMER NAIL.
5) Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,8o C → indikasi Krisis Tyroid.

b. Mata ( Opthalmoptik )
1) Retraksi kelopak mata atas → mata membelalak / tanda Dalrymple.
2) Proptosis ( eksoptalmus ), karena jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limposit.
3) Iritasi Conjunction dan Hemosis.
4) Laktrimasi
5) Ortalmoplegia
6) Tanda Jefrey : kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit menunduk dan mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
7) Tanda Rosenbach : tremor pada kelopak mata pada waktu mata menutup.
8) Tanda stelwag : mata jarang berkedip.
9) Tanda Dalrymple : retraksi kelopak mata bagian atas sehingga memberi kesan mata membelalak.
10) Tanda Van Graefe : kelopak mata terlambat turun dibandingkan boa mata.
11) Tanda Molbius : kelemahan dalam akomodasi / konvergensi mata / gagal konvergensi.

c. Cardio vaskuler.
1) Peningkatan tekanan darah
2) Tekanan nadi meningkat
3) Takhikardia
4) Aritmia
5) Berdebar-debar
6) Gagal jantung

d. Respirasi
1) Perubahan pola nafas
2) Dyspnea
3) Pernafasan dalam
4) Respirasi rate meningkat

e. Gastrointestinal
1) Poliphagia → nafsu makan meningkat.
2) Diare → bising usus hyperaktif
3) Enek
4) Berat badan turun

f. Otot
1) Kekuatan menurun
2) Kurus
3) Atrofi
4) Tremor
5) Cepat lelah
6) Hyperaktif refleks tendom

g. Sistem persyarafan
1) Iritabiltas → gelisah
2) Tidak dapat berkonsentrasi
3) Pelupa
4) Mudah pindah perhatian
5) Insomnia
6) Gematar

h. Status mental dan emosional
1) Emosi labil → lekas marah, menangis tanpa sebab
2) Iritabilitas
3) Perubahan penampilan

i. Status ginjal
1) Polyuri ( banyak dan sering kencing ).
2) Polidipsi ( rasa haus berlebihan → banyak minum )

j. Status reproduksi
1) Pada wanita :
a. Hypomenorrhoe
b. Amenorrhoe
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH

k. Leher
1) Teraba adany apembesaran tyroid ( goiter ).
2) Briut ( + ).
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Serum T3 dan T4 meningkat ( Normal : T3 :8 – 16 g. T4 4-11 g )
b. TSH serum menurun
c. Tyroid → radio aktif iodine up take ( RAIU ) meningkat ( Normal: 10-35 % )
d. BMR meningkar
e. PBI meningkat ( Normal :4 g - 8 g, hypertiroid > 8 g, hypertiroid < g)



Diagnosa medic                : ketoasidosis diabetic (KAD)













DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.
  2. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh.
    Data penunjang: mengungkapkan sangat kekurangan energi untuk mempertahankan rutinitas umum, penurunan penampilan, labilitas/peka rangsang emosional, gugup, tegang, perilaku gelisah, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
  3. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan / pemasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia.
  4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak mata / eksoftalmus.































Perencanaan Keperawatan

no
diagnosa
Tujuan
intervensi
rasional
1
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme; peningkatan beban kerja jantung; , perubahan dalam arus balik vena dan tahan vaskuler sistemik; perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung.

















































































































2.    Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi; peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh




































































3.    Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/peasukan dengan penurunan berat badan); mual muntah, diare; kekurangan insulin yang relatif, hiperglikemia















































4.      Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus


























mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan tanda vital stabil, denyut nadi perifer normal, pengisisan kapiler normal, stauts mental baik, tidak ada disritmia






















































































































Megungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktifitas





































































Menunjukkan berat badan yang stabil disertai dengan nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari tanda – tanda malnutrisi
































































Mampu mengidentifika- si tindakan untuk memberikn perlindungan pada mata dan mencegah komplikasi












Mandiri
1.    Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi.

2.    Pantau CVP jika pasien menggunakannya.

3.    Periksa/teliti kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien.
4.    Kaji nadi atau denyut jantung saat pasien tidur.

5.    Auskultasi suara antung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanya irama gallop dan murmur sistolik.


6.    Pantau EKG, catat dan perhatikan kecepatan atau irama jnatung dan adanya disritmi


7.    Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya suara yang tidak normal.
8.    Pantau suhu, berikan lingkungan yang sejuk, batasi penggunaan linen/pakaian, kompres dengan air hangat.


9.    Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah, pengisisan kapiler lambat, penurunan produksi urine dan hipotensi.


10.                 Catat masukan dan keluaran, catat berat jenis urine.



11.                 Timbang berat badan setiap hari, sarankan untuk tirah baring, batasi aktivitas yang tidak perlu.

12.                 Catat adanya riwayat asma/bronkokontriksi, kehamilan, sinus bradikardia/blok jantung yang berlanjut menjadi gagal jantung.

13.                 Observasi efek samping dari antagois adrenergik, misalnya penurunan nadi dan tekanan darah yang drastis, tanda – tanda adanya kongesti vaskular/CHF, atau henti jantung.

Kolaborasi

1. Berikan cairan iv sesuai indikasi





2. Berikan O2 sesuai indikasi


Mandiri

1.      Pantau tanda vital dan catat nadi baik saat istirahat maupun saat melakukan aktifitas
2.      Catat berkembangnya takipnea, dispnea, pucat dan sianosis





3.      Berikan/ciptakan lingkungan yang tenang, ruangan yang dingin, turunkan stimulasi sesori, warna – warna yang sejuk dan musik santai (tenang).
4.      Sarankan pasien untuk mengurangi aktifitas dan meningkatkan istirahat di tempat tidur sebanyak – banyaknya jika memungkinkan
5.      Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman, seperti: sentuhan/masase, bedak yang sejuk.
6.      Memberikan aktifitas pengganti yang menyenangkan dan tenang, seperti membaca, mendengarkan radio dan menonton televise
7.      Hindari membicarakan topik yang menjengkelkan atau yang mengancam pasien, diskusikan cara untuk berespons terhadap perasaan tersebut.
8.      Diskusikan dengan orang terdekat keadaan lelah dan emosi yang tidak stabil
ini.




Kolaborasi
1.    Berikan obat sesuai indikasi (sedatif, mis: fenobarbital / luminal, transquilizer / klordiazepoksida / librium
Mandiri
1.    Auskultasi bising usus.





2.    Catat dan laporkan adanya anoreksia, kelelahan umum/nyeri, nyeri abdomen, munculnya mual dan muntah.





3.    Pantau masukan makanan setiap hari dan timbang berat badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan berat badan.
4.    Dorong pasien untuk makan dan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan kecil, dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna.
5.    Hindari pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (mis. Teh, kopi dan makanan berserat lainnya) dan cairan yang menyebabkan diare (mis. Apel, jambu dll).


Kolaborasi
1.      Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin
2.      Berikan obat sesuai indikasi: Berikan glukose sesuai dengan berat badan / kebutuhan klien
3.      Insulin (dengan dosis kecil)



Mandiri
1.      Observasi edema periorbital, gangguan penutupan kelopak mata, lapang pandang sempit, air mata berlebihan. Catat adanya fotofobia, rasa adanya benda di luar mata dan nyeri pada mata.
2.      Evaluasi ketajaman mata, laporkan adanya pandangan yang kabur atau pandangan ganda (diplopia).










3.      Anjurkan pasien menggunakan kacamata gelap ketika terbangun dan tutup dengan penutup mata selama tidur sesuai kebutuhan
4.      Bagian kepala tempat tidur ditinggikan dan batasi pemakaian garam jika ada indikasi.

5.      Instruksikan agar pasien melatih otot mata ekstraokular jika memungkinkan

6.      Berikan kesempatan pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang perubahan gambaran atau bentuk ukuran tubuh untuk meningkatkan gambaran diri.
Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi:
-  Obat tetes mata metilselulosa.
-  ACTH, prednison



-  Obat antitiroid





-  diuretik





1. Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume sirkulasi. Besarnya tekanan nadi merupakan refleksi kompensasi dari peningkatan isi sekuncup dan penurunan tahanan sistem pembuluh darah
2. Memberikan ukuran volume sirkuasi yang langsung dan lebih akurat dan mengukur fungsi jantung secara langsung

3.    Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia.
4.    Memberikan hasil pengkajian yang lebih akurat terhadap adanya takikardia
5.    S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik, adanya S3 sebagai tanda adanya kemungkinan gagal jantung.
6.    Takikardia merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh hormon tiroid, dsiritmia seringkali terjadi dan dapt membahayakan fungsi antung atau curah jantung.
7.    Tanda awal terjadinya kongesti paru yang berhubungan dengan timbulnya gagal jantung.


8.    Demam terjadi sebagai akibat kadar hormon yang berlebihan dan dapat meningkatkan diuresis/dehidrasi dan menyebabkan peningkatan vasodilatasi perifer, penumpukan vena dan hipotensi


9.    Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.




10.Kehilangan cairan yang banyak (melalui muntah, dare, diuresis, diaforesis) dapat menimbulkan dehidrasi berat, urine pekat dan berat badan menurun



11.Aktivitas akan meningkatkan kebutuhan metabolik/sirkulasi yang berpotensi menimbulkan gagal jantung
12.Kondisi ini mempengaruhi pilihan terapi (misal penggunaan penyekat beta-adrenergik merupakan kontraindikasi).


13.Satu indikasi untuk menurunkan atau menghentikan terapi.













1.     Pemberian cairan melalui iv dengan cepat perlu untuk memperbaiki volume sirkulasi tetapi harus diimbangi dengan perhatian terhadap tanda gagal jantung/kebutuhan terhadap pemberian zat inotropik

2.      Mungkin juga diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme/kebutuhan terhadap oksigen tersebut

1.      : Nadi secara luas meningkat dan bahkan saat istirahat, takikardia (di atas 160x/mnt) mungkin akan ditemukan.
2.      Kebutuhan dan konsumsi oksigen akan ditingkatkan pada keadaan hipermetabolik, yang merupakan potensial akan terjadi hipoksia saat melakukan aktivitas

3.      Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi, hiperaktif dan insomnia.




4.       Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolism





5.      Dapat menurunkan energi dalam saraf yang selanjutnya meningkatkan relaksasi

6.      Memungkinkan untuk menggunakan energi dengan cara konstruktif dan mungkin juga akan menurunkan ansietas




7.      Peningkatan kepekaan dari susunan saraf pusat dapat menyebabkan pasien mudah untuk terangsang, agitasi dan emosi yang berlebihan




8.      Mengerti bahwa tingkah laku tersebut secara fisik meningkatkan koping terhadap situasi sat itu dorongan dan saran orang terdekat untuk berespons secara positif dan berikan dukungan pada pasien.

1.    Untuk mengatasi keadaan (gugup), hiperaktif dan insomnia




1.      Bising usus hiperaktif menerminkan peningkatan motilitas lambung yang menurunkan atau mengubah fungsi absorpsi
2.      Peningkatan aktivitas adrenergik dapat menyebabkan gangguan sekresi insulin/terjadi resisten yang mengakibatkan hiperglikemia, polidipsia, poliuria, perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan (tanda asidosis metabolik).
3.      Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
4.      Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambahkan kalori tetap tinggi pada penggunaan kalori yang disebabkan oleh adanya hipermetabolik.

5.      : Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorpsi nutrisi yang diperlukan








1.      Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat – zat makanan yang adekuat dan mengidentifikasikan makanan pengganti yang paling sesuai.
2.      : Diberikan untuk memenuhi kalori yang diperlukan dan mencegah atau mnegobati hipoglikemia
3.      Dilakukan dalam mengendalikan glukosa darah jika kemungkinan ada peningkatan.

1.      Manifestasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan berhubungan dengan tirotoksikosis yang memerlukan intervensi pendukung sampai resolusi krisis dapat menghilangkan simtomatologis


2.      Oftalmopati infiltratif (penyakit graves) adalah akibat dari peningkatan jaringan retro-orbita, yang menciptakan eksoftalmus dan infiltrasi limfosit dari otot ekstraokuler yang menyebabkan kelelahan. Munculnya gangguan penglihatan dapat memperburuk atau memperbaiki kemandirian terapi dan perjalanan klinis penyakit
3.      Melindungi kerusakan kornea jika pasien tidak dapat menutup mata dengan sempurna karena edema atau karena fibrosis bantalan lemak

4.      Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi seperti GJK yang mana dapat memperberat eksoftalmus

5.      Memperbaiki sirkulasi dan mempertahankan gerakan mata



6.       Bola mata yang agak menonjol menyebabkan seseorang tidak menarik, hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan tata rias, menggunakan kaca mata.






-  Sebagai lubrikasi mata

-  Diberikan untuk menurunkan radang yang berkembang dengan cepat

-  Dapat menurunkan tanda / gejala atau mencegah keadaan yang semakin memburuk.


-  Dapat menurunkan edema pada keadaan ringan.


















BAB III
PENUTUP
1.    KESIMPULAN

1.      Hipertiroidisme dalam kehamilan lebih sering disebabkan oleh penyakit Grave yang merupakan penyakit otoimun.
2.      Diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan secara klinis sulit ditegakkan, oleh karena itu perlu dibantu dengan pemeriksaan laboratorium penunjang.
3.      Pemeriksaan laboratorium yang paling ideal adalah pemeriksaan fT4I, karena tidak dipengaruhi oleh proses kehamilan.
4.      Prioritas penatalaksanaan hipertiroidisme dalam kehamilan adalah dengan pemberian obat-obat anti tiroid dan PTU merupakan obat pilihan yang paling aman.
5.      Propranolol dan preparat yodida hanya diberikan sebagai tambahan pada keadaan hiperdinamik dan hipermetabolik yang berat dan tidak boleh diberikan lebih dari 1 minggu.
6.      Tindakan operatif hanya dilakukan pada keadaan-keadaan :
a.       Hipersensitif terhadap obat-obat anti tiroid
b.      Obat anti tiroid tidak efektif dalam mengendalikan keadaan hipertiroidismenya
c.       Terjadi gangguan mekanik akibat penekanan struma

7.      Tindakan operatif sebaiknya ditunda sampai akhir trimester pertama.
8.      Terapi dengan yodium radioaktif merupakan kontraindikasi pada wanita hamil karena dapat menimbulkan hipotiroidisme permanen pada janin.


2.    SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis dapat menyampaikan saran kepada semua pihak, baik dari pihak institusi maupun kalangan mahasiswa akademi keperawatan sintang agar mampu mendeteksi dini dan melakukan penanganan lebih lanjut apabila di temukan klien dengan otitis eksterna, selain itu juga dapat melakukan pencegahan dini dengan pola hidup yang baik, sekaligus dapat menjadi bahan bacaan bagi pihak institusi maupun mahasiswa/I Akademi Keperawatan Sintang.


DAFTAR PUSTAKA
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ED : 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Santosa, Budi. 2005-2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal.
Closkey, Mc, et all. 2007. Diagnosa Keperawatan NOC-NIC. St-Louis.

Read more »»  

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme